TUGAS
LOI
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Internasional
Dosen Pengampu : Drs. Machmud Al Rasyid,
S.H, M Si

Disusun oleh :
DWITA PUTRI N
K6410021
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Letter
Of Intens Indonesia dan IMF
Jakarta, Indonesia
20 Januari 2000
Mr Michel Camdessus
Managing Director
Dana Moneter Internasional
Washington, DC 20431
U.S.A.
Kepada Mr Camdessus:
Pemerintah
Indonesia telah mengembangkan program ekonomi baru yang tegas didasarkan pada
Haluan Negara yang dikembangkan oleh Parlemen Indonesia pertama yang terpilih
secara demokratis. Program ini dirancang untuk menghidupkan kembali agenda
reformasi ekonomi dan mengantar era baru pertumbuhan berkelanjutan berdasarkan
keadilan sosial dan pemerintahan yang baik. Unsur utamanya disajikan dalam
Memorandum terlampir Kebijakan Ekonomi dan Keuangan (MEFP).
Oleh
karena itu, pemerintah permintaan Indonesia bahwa pengaturan diperpanjang yang
disetujui pada 25 Agustus 1998 dibatalkan dan diganti dengan pengaturan
diperpanjang baru yang akan mendukung program ekonomi baru. Kami meminta agar
pengaturan yang baru menjadi untuk periode sampai Desember 2002 dan dalam
jumlah yang setara dengan SDR 3.638 juta (175 persen dari kuota Indonesia).
Program
ini akan dipantau melalui kriteria kinerja kuantitatif dan target indikatif,
sektor moneter fiskal dan eksternal. Dengan demikian, di daerah-daerah, MEFP
(Tabel 2) mengusulkan kriteria kinerja untuk akhir Februari dan akhir April
2000, dan target indikatif untuk paruh kedua 2000. Program ini juga akan
dipantau melalui kriteria kinerja struktural dan tolok ukur yang tercantum
dalam Tabel 3 dari MEFP tersebut.
Pemerintah
berkeyakinan bahwa kebijakan dan tindakan yang tercantum dalam MEFP terlampir
cukup untuk mencapai tujuan program reformasi diperkuat ekonominya. Namun, ia
akan mengambil tindakan lebih lanjut yang mungkin diperlukan untuk tujuan ini.
Pemerintah akan berkonsultasi secara berkala dengan Dana, sesuai dengan
kebijakan IMF pada konsultasi tersebut, tentang kemajuan yang dibuat dalam
melaksanakan program reformasi yang dijelaskan dalam MEFP, dan sebelum ada
revisi terhadap kebijakan yang dicakup oleh MEFP tersebut. Kami juga akan memberikan
dana dengan informasi seperti itu permintaan atas pelaksanaan kebijakan dan
pencapaian tujuan program. Dalam hal apapun, selama tahun pertama dari
perjanjian tersebut, pemerintah akan melengkapi ulasan dengan Dana paling
lambat 30 Maret, 31 Mei, 31 Juli, 30 September dan 15 Desember 2000, untuk
menilai kemajuan dalam pelaksanaan program dan mencapai pemahaman pada setiap
langkah-langkah tambahan yang mungkin diperlukan.
Hormat kami,
/ S / Bambang Sudibyo
Menteri Keuangan
/ S / Kwik Kian Gie
Menko Perekonomian,
Keuangan dan Industri / s / Syahril
Sabirin
Gubernur
Bank Indonesia
Dari LOI
tersebut terdapat memorandum tentang memorandum kebijakan ekonomi pemerintah
Indonesia dan Bank Indonesia. Dari beberapa poin tersebut,point 80-82 mengatur
tentang minyak dan gas (migas) yaitu:
80. Di sektor minyak dan gas,
pemerintah secara tegas berkomitmen untuk tindakan berikut: mengganti hukum
yang ada dengan kerangka hukum modern; restrukturisasi dan reformasi Pertamina;
memastikan bahwa hal fiskal dan peraturan untuk eksplorasi dan produksi tetap
kompetitif secara internasional; memungkinkan harga produk dalam negeri untuk
mencapai tingkat pasar internasional, dan membangun sebuah kerangka kebijakan
yang koheren dan suara untuk mempromosikan efisien dan pola ramah lingkungan
dari penggunaan energi dalam negeri.
81. RUU minyak gas yang telah
disampaikan kepada parlemen sebelumnya akan ditinjau dan dikirimkan kembali
dengan maksud untuk perjalanan panjangnya selama tahun 2000. Hukum ini akan
menyediakan untuk pembentukan sebuah badan tujuan khusus untuk mengalokasikan
areal dan mengawasi kontrak eksplorasi dan produksi, pembentukan lembaga
independen untuk mengatur elemen monopoli bisnis hilir, sedangkan pengaktifan
dari persaingan yang efektif dalam penyediaan bahan bakar untuk pasar domestik
; dan transformasi Pertamina menjadi perusahaan perseroan terbatas. Secara
paralel, harga BBM domestik akan semakin meningkat sehingga mendorong pilihan
energi lebih efisien dan untuk penghapusan tersebut di subsidi anggaran; ke
arah tujuan ini, meningkat awal akan dilaksanakan selama TA 2000. Rumah tangga
berpenghasilan rendah akan dilindungi oleh skema subsidi bertarget yang sedang
dikembangkan melalui konsultasi dengan Bank Dunia.
82. Pemerintah tetap berkomitmen untuk membangun minyak kelas dunia dan industri gas di mana Pertamina reformasi akan terus memainkan peran kunci. Audit khusus terakhir dan tinjauan manajemen sebelumnya internal yang ditugaskan oleh Pertamina jelas mengidentifikasi mana kinerja harus ditingkatkan secara substansial. Pemerintah akan meminta Pertamina untuk mengembangkan dan menerbitkan, dengan Maret 2000, rencana restrukturisasi yang komprehensif yang akan mencakup tindakan perbaikan di semua bidang masalah yang diidentifikasi oleh audit khusus
82. Pemerintah tetap berkomitmen untuk membangun minyak kelas dunia dan industri gas di mana Pertamina reformasi akan terus memainkan peran kunci. Audit khusus terakhir dan tinjauan manajemen sebelumnya internal yang ditugaskan oleh Pertamina jelas mengidentifikasi mana kinerja harus ditingkatkan secara substansial. Pemerintah akan meminta Pertamina untuk mengembangkan dan menerbitkan, dengan Maret 2000, rencana restrukturisasi yang komprehensif yang akan mencakup tindakan perbaikan di semua bidang masalah yang diidentifikasi oleh audit khusus
- Dampak LOI
Dari point LOI diatas munculah UU No 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas
(Migas) dan UU No 24 tahun 2004 tentang perjanjian Internasional yang
berkecenderungan mengatur adanya privatisasi minyak dan gas oleh pihak
swasta,padahal minyak dan gas seharusnya tidak boleh di privatisasi karena
menyangkut kebutuhan hajat hidup orang banyak akibatnya kerugian negara akibat
UU Migas ini sangat besar. Gambaran sementara kerugian LNG Tangguh minimal
US$75 miliar. Itu dengan asumsi harga minyak mentah pada level US$ 120 per
barel selama 25 tahun. Tapi, harga minyak dunia kecenderungan naik. Berarti
kerugiannya akan lebih tinggi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Fakta
Tentang LOI yang Melahirkan UU No 22 tahun 2001
Panitia Angket Bahan Bakar Minyak Dewan Perwakilan
Rakyat menemukan fakta baru. Saksi ahli yang dihadirkan menduga ada intervensi
asing dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas. Pengamat perminyakan Kurtubi menyampaikan keyakinannya itu pada sidang
Panitia Angket yang berlangsung tertutup di Gedung Nusantara II DPR, Rabu
(27/8).
Sidang menghadirkan dua saksi ahli. Selain Kurtubi,
pengamat perminyakan Wahyudin Yudiana Ardiwinata juga memberi keterangan.
Sebelum memberikan keterangan, keduanya disumpah lebih dulu. Sidang dipimpin
Ketua Panitia Angket Zulkifli Hasan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Keyakinan Kurtubi itu dikuatkan panitia angket dari PAN, Dradjad Wibowo. Seusai
mendengarkan pandangan Kurtubi, Dradjad yang juga seorang ekonom menyerahkan
sejumlah dokumen yang dimilikinya.
Dokumen yang diserahkan itu adalah Program Reformasi
Sektor Energi yang diambil dari situs USAID. Di sana disebutkan bahwa USAID
membiayai perbantuan teknis dan pelatihan (technical assistance and training)
dalam mengimplementasikan UU Migas, Kelistrikan, dan Energi Geotermal..
Dalam dokumen itu juga tertulis, ”These laws were drafted with USAID assistance
(UU ini dirancang dengan bantuan USAID)”. Dana yang dialirkan USAID untuk
pembahasan UU Migas dan turunannya, selama kurun waktu 2001-2004, adalah 21,1
juta dollar AS atau sekitar Rp 200 miliar. Namun, ke mana saja dana itu
mengalir, menurut Zulkifli, Panitia Angket belum bisa memastikannya. ”Dana itu
dikeluarkan ke mana-mana. Kami belum dapat,” ujarnya kepada pers.
Pada Pasal 11 UUD 1945 terdiri dari tiga
ayat, Pasal 11 ayat (1) dengan redaksi yang singkat menyatakan bahwa untuk
membuat perjanjian dengan negara lain harus dengan persetujuan DPR. Akan tetapi
tidak dijelaskan dalam bentuk apa persetujuan itu dihasilkan. Menurut Bagir
Manan, jika dikaitkan dengan salah satu kewenangan DPR, yaitu legislasi, maka
persetujuan itu berbentuk UU. Namun, jika menggunakan tafsiran historis, Damos
D. Agusman menyatakan persetujuan itu tidak hanya berupa UU, bisa bentuk lain
yang bersifat formil. Pada titik inilah, penulis mengasumsikan bahwa
persetujuan DPR terkait perjanjian internasional tidak terkait fungsi legislasi
DPR melainkan fungsi lainnya yaitu fungsi pengawasan. Asumsi tersebut penulis
peroleh sebagai suatu perimbangan kekuasaan antara eksekutif dengan legislatif.
Dengan demikian, bentuk UU sebagai penafsiran persetujuan DPR dalam Pasal 11
UUD 1945 (ayat 1 dan 2) bukanlah suatu yang imperatif.Kerumitan ini sebenarnya
coba dipecahkan dengan diundangkanya UU No.24 tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional. Akan tetapi niat baik tersebut malah membuahkan kerumitan
lainnya. Dalam UU tersebut kata-kata “persetujuan DPR” tidak muncul, yang ada
adalah kata pengesahan. Pada Pasal 1 butir 2, pengesahan diartikan sebagai
“perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional
dalam bentuk ratifikasi, aksesi, penerimaan dan penyetujuan.”
Apabila mengacu pada Pasal 11 UUD 1945
jo Pasal 9 UU No.24 tahun 2000 maka politik hukum perjanjian internasional
Indonesia masih belum tegas. Keharusan adanya persetujuan DPR terhadap
perjanjian internasional tidak memberikan sinyal monisme ataupun dualisme.
Ketentuan pengesahan dalam bentuk UU/Keppres juga tidak dapat diartikan bahwa
kita menganut dualisme yang mengharuskan transformasi suatu perjanjian
internasional. Pada titik ini saya sepakat dengan ide Damos D. Agusman, bahwa
UU/Keppres pengesahan perjanjian internasional hanyalah “jubah” persetujuan
DPR, sehingga hanya bersifat formal dan penetapan
Akibatnya beberapa anggota DPR mengajukan perkara
kepada Mahkamah Konstitusi yaitu Perkara No
20/PUU-V/2007 yang berisi:
LEGAL
STANDING ANGGOTA DPR DALAM
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG MINYAK DAN GAS BUMI
Pemohon
: 1.
Zainal Arifi n; 2. Sonny Keraf; 3. Alvin Lie; dkk.
Jenis
Perkara : Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak
dan
Gas Bumi (UU Migas) terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Pokok
Perkara : Pasal 11 ayat (2)
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengenai Kontrak Kerja Sama
yang sudah ditandatangani (Pemerintah cq BP Migas) harus diberitahukan secara
tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, bertentangan dengan
Pasal Pasal 11 ayat (2), Pasal 20A ayat (1), Pasal 33 ayat (3), Pasal 33 ayat
(4) UUD 1945.
Amar
Putusan : Permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk
verklaard). karena MK menganggap bahwa DPR memiliki hak
konstitusional sendiri untuk membuat undang-undang baru dan merevisi
undang-undang yang telah ada.
- Akibat masuknya IMF membantu perekonomian di
Indonesia
Masuknya IMF dalam
menangani krisis di Indonesia melahirkan perdebatan panjang. Banyak ekonom
kerakyatan yang berteriak. Fadli Zoon mengatakan, eksistensi IMF
dipastikan akan membawa efek negatif dan akan memperparah krisis, setidaknya
hal itu bisa dilihat dari beberapa hal, pertama, kebijakan IMF dalam
LOI cenderung inkonsisten tidak memperhatikan sosial politik di
Indonesia.Kedua, pola penanganan krisis IMF telah gagal memulihkan ekonomi
Indonesia karena telah terbukti gagal di terapkan di negara-negara krisis. Ketiga, apa
yang diberikan IMF berupa bantuan utang menjadi jebakan (trap) agar
Indonesia tetap tergantung pada institusi ini dalam waktu yang lama, sehingga
dengan ini mereka bisa mengendalikan kebijakan ekonomi Indonesia sesuai
kebijakan ekonomi politik mereka yang kapitalistik, serta mengendalikan
kebijakan politik Indonesia.Keempat, menganggap enteng situasi, bahwa
masalah luar luar negeri swasta jangka pendek yang jatuh tempo merupakan
ganjalan serius. Kelima, janji bail-outIMF sebesar US$ 42,3
milyar ternyata cuma gertakan. Keenam, IMF merupakan agen dan
kekuatan kapitalisme global yang mengharuskan liberalisasi perdagangan,
privatisasi dan penjualan aset-aset negara yang vital.
Eksistensi
IMF memang tidak lepas dari globalisasi ekonomi yang kapitalistik.Mansour
Fakih menyebut globalisasi sebagai proses dominasi dan eksploitasi manusia yang
berlangsung sangat lama dan sampai sekarang telah terbangun menjadi tiga fase
historis, yakni, pertama, periode kolonialisme. Fase ini merupakan
perkembangan kapitalisme di Eropa yang mengharuskan ekspansi secara fisik untuk
memastikan perolehan bahan baku mentah. Kedua, era neokolonialisme.
Modus dominasi dan penjajahan di era ini tidak lagi fisik dan secara langsung
melainkan melalui penjajahan teori dan ideologi. Fase kedua ini dikenal sebagai
era developmentalisme. Ketiga, era neo-liberalisme.Neoliberalisme
bermuatan beberapa misi yaitu, mendorong pada liberalisasi sektor keuangan,
liberalisasi perdagangan, pengetatan anggaran belanja negara, dan privatisasi
terhadap BUMN. Konsepsi neoliberal tercantum cukup tegas dalam konsensus
Washington yang berlangsung pada dekade 1980-an dan 1990-an.
Joseph Stiglitz peraih
nobel untuk ekonomi 2001 juga mengkritik, IMF memang mendukung berbagai lembaga
demokratis di negara-negara yang dibantunya. Namun dalam prakteknya, IMF
merusak proses demokrasi dengan cara memaksakan berbagai kebijakannya. Tentu
saja, IMF tidak memaksakan apapun, IMF merundingkan segala persyaratan perihal
pemberian bantuan, tetapi seluruh kekuasaan dalam perundingan berada di satu
pihak saja yaitu IMF. Stiglitz menambahkan, segala hal yang dilakukan IMF hanya
akan membuat resesi Asia Timur menjadi semakin dalam, parah, dan
berkepanjangan. Nyata-nyata, Thailand yang mematuhi seluruh perintah IMF secara
sangat ketat, menjadi lebih buruk ketimbang Malaysia dan Korea Selatan yang
cenderung memilih jalan yang lebih independen. John Cavanagh lebih lugas
mengatakan, IMF melalui program penyesuaian struktural (SAP) yang tersohor itu
memaksakan pembaharuan yang keras dibanding di bidang ekonomi kepada 100 negara
yang sedang berkembang dan bekas negara-negara komunis, yang berakibat pada
penjeblosan ratusan juta orang ke jurang kemiskinan yang kian dalam.
BAB
III
KESIMPULAN
Di sektor
minyak dan gas, pemerintah secara tegas berkomitmen untuk tindakan berikut:
mengganti hukum yang ada dengan kerangka hukum modern; restrukturisasi dan
reformasi Pertamina; memastikan bahwa hal fiskal dan peraturan untuk eksplorasi
dan produksi tetap kompetitif secara internasional; memungkinkan harga produk
dalam negeri untuk mencapai tingkat pasar internasional, dan membangun sebuah
kerangka kebijakan yang koheren dan suara untuk mempromosikan efisien dan pola
ramah lingkungan dari penggunaan energi dalam negeri.
Dari point
LOI diatas munculah UU No 22
tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas (Migas) dan
UU No 24 tahun 2004 tentang
perjanjian Internasional yang berkecenderungan mengatur adanya
privatisasi minyak dan gas oleh pihak swasta,padahal minyak dan gas seharusnya
tidak boleh di privatisasi karena menyangkut kebutuhan hajat hidup orang banyak
akibatnya kerugian negara akibat UU Migas ini sangat besar. Gambaran sementara
kerugian LNG Tangguh minimal US$75 miliar. Itu dengan asumsi harga minyak
mentah pada level US$ 120 per barel selama 25 tahun. Tapi, harga minyak dunia
kecenderungan naik. Berarti kerugiannya akan lebih tinggi.
Apabila mengacu pada Pasal 11 UUD 1945 jo Pasal 9 UU
No.24 tahun 2000 maka politik hukum perjanjian internasional Indonesia masih
belum tegas. Keharusan adanya persetujuan DPR terhadap perjanjian internasional
tidak memberikan sinyal monisme ataupun dualisme. Ketentuan pengesahan dalam
bentuk UU/Keppres juga tidak dapat diartikan bahwa kita menganut dualisme yang
mengharuskan transformasi suatu perjanjian internasional. Pada titik ini saya
sepakat dengan ide Damos D. Agusman, bahwa UU/Keppres pengesahan perjanjian
internasional hanyalah “jubah” persetujuan DPR, sehingga hanya bersifat formal
dan penetapan. Sehingga beberapa anggota DPR mengajukan judicial review kepada
MK namun putusan MK menolak permohonan tersebut karena MK menganggap bahwa DPR
memiliki hak konstitusional untuk membuat dan mengubah undang-undang
sebagaimana fungsinya yaitu sebagai badan legislatif.
Daftar
pustaka
http://www.antaranews.com/berita/268734/apakah-mk-bisa-menguji-piagam-asean)
diakses pada tanggal 21 Mei 2012
http://nasional.kompas.com/read/2008...sunan.uu.migas
diakses pada tanggal 21 Mei 2012
diakses pada tanggal 21 Mei 2012
Bonnie Setiawan, Globalisasi, Utang dan
Privatisasi, Jurnal Keadilan Global, The Institute for Global Justice,
Volume 01 Tahun I-2003
Pratikno, Keretakan Otoriterisme Orde Baru
dan Prospek Demokratisasi, Jurnal Ilmu Sosial Politik, Fisipol UGM,
Yogyakarta, Vol. 2 No. 2 November 1998ndonesia, HuMa, Jakarta, 2007
Mansour Fakih, Neoliberalisme dan
Globalisasi, dalam Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi
I/2004
0 komentar:
Posting Komentar