Ini masih ada yg kurang ga ya?
Suku baduy adalah salah satu suku yang ada di Provinsi Banten, yang memiliki kondisi geografis hutan perbukitan. Suku Badui yang dekat dengan Rangkasbitung ini menamakan dirinya juga dengan Kanekes. Konon dikabarkan bahwa Suku Badui ini merupakan peninggalan aristokrat kerajaan Pajajaran di Sunda. Namun demikian hingga sekarang belum ada bukti sejarah yang menyatakan secara resmi bahwa Suku Badui ini bagian dari kerajaan yang berada di Batutulis, di suatu area perbukitan di Bogor, Jawa Barat. Pola arsitektur yang ada di Suku Badui ini yang mengarah pada gaya arsitektur Sunda secara tradisional. Pada tahun 1579 tentara muslim Faletehan (Fatahilah) menyerang Pelabuhan Pakuwan Pajajaran, atau yang sekarang dikenal sekarang ini sebagai Pelabuhan Sunda Kelapa, dan tidak lama kemudian, ibukota Pajajaran, Dayeuh Pakuan, dikuasai oleh Kesultanan Banten. Suku Badui sangat menarik untuk dikunjungi, terlebih lagi bagi yang menyukai adventure traveling. Mungkin kita sudah terlalu familiar dengan lingkungan perkotaan, kota metropolitan,kota yang penuh gedung-gedung , dan sangat dekat dengan polusi. Mungkin ini saatnya kita menyegarkan diri dari udara kurang sehat itu dan ?menyegarkan mata dari hiruk pikuknya perkotaan dan memanjakannya dengan segala hijaunya alam di Suku Badui.Di sisi lain, kita juga bisa semakin mengenal budaya masyarakat Suku Badui, yang merupakaan kekayaan budaya kita (yang dipengaruhi oleh Sunda dan Jawa) dan alam kita juga.
Suku Badui Dalam
Suku Badui ini terbagi atas 2 bagian yaitu Badui Luar dan Badui Dalam. Suku Badui Dalam masih sangat tertutup dengan orang asing, orang baru.Dari 400 jumalh penduduknya, terdiri atas 40 kepala keluarga Kajeroan.Mereka tinggal di Tanah Larangan yang teridiri atas 3 desa, yaitu; desa Cibeo, desa Cikertawana, dan desa Cikeusik. Suku Badui Dalam ini merupakan suku aslinya masyarakat Badui. Banyak hal tabu yang diyakini secara ketat di Suku Badui Dalam ini dan sangat terbatas berhubungan dengan dunia luar. Bahkan di era Soeharto yang saat itu akan membangun fasilitas pendidikan demi memajukan anak-anak Baduy sebagai aset masa depan pun, itu ditolaknya. Karena bagi mereka, pendidikan itu berlawanan dengan pola tradisional yang mereka anut. Dengan demikian sangat jarang orang Suku Badui ini yang bisa baca tulis. Suku Badui Dalam sangat kuat mendapatkan pengaruh Islam, namun tidaklah demikian dengan Suku Badui Luar. Mereka hanya menggunakan baju berwana hitam dan biru.
Suku Badui Luar
Orang-orang Suku Badui Luar menganut Agama Sunda Wiwitan, yang merupakan perpaduan antara paham Hindu dengan kepercayaan masyarakat setempat. Agama ini lebih mirip dengan Kepercayaan Kejawen atau Animisme Kejawen yang banyak mendapatkan pengaruh dari agama Hindu-Budha. Masyarakat Suku Badui Luar merupakan filter bagi masyarakat Suku Badui Dalam. Suku Badui Luar yang memiliki 22 desa ini . Merekapun memiliki sistem yang di tabu kan namun tidaklah seketat di masyarakat Suku Badui Dalam. Secara umum mereka memberikan peraturan tabu untuk melakukan pembunuhan, mencuri, berbohong, mabuk, makan di malam hari, memakai bunga sebagai asesoris, memakai parfum, menerima pemberian emas atau perak, memegang uang, memotong rambut, tdk boleh bertani (sawah basah), tidak boleh menggunakan pupuk dan peralatan modern lain untuk segala pekerjaan di ladang, dll. Namun demikian, Suku Badui Luar lebih bisa menerima orang-orang dari luar kelompoknya atau orang-orang asing, dan juga lebih bisa menerima konsep-konsep yang lebih modern. Selain menggunakan baju yang lebih beraneka warna, mereka juga banyak yang merantau dan bekerja di Jakarta, Bandung, dan Bogor. Meski berburu hewan masih dilarang di Suku Badui Dalam, namun masyarakat Suku Badui Luar ini melatih anjing untuk berburu hewan sebagai salah satu makananya.
Tentang pendidikan di suku badui
Pendidikan formal atau sekolah dalam bentuk apapun merupakan hal yang dilarang oleh adat masyarakat Baduy secara keseluruhan sehingga masyarakat Baduy tidak ada yang bersekolah. Meskipun demikian , sebagian dari masyarakat Baduy sudah mengenal baca, tulis, dan hitung dengan segala keterbatasannya yang diperoleh melalui jalur nonformal yang didapat dari masyarakat di luar wilayah Baduy maupun secara outodidak.
Tujuan adat melarang adanya pendidikan di sekolah adalah untuk menahan terlalu bebasnya masyarakat adat mengadopsi gaya kehidupan modern karena komunitas mereka memiliki tugas hidup yang spesifik, keyakinan yang kuat dan hukum adat yang berbeda. Jika masyarakat Baduy dibebaskan untuk mendapatkan pendidikan seperti halnya masyarakat umum lainnya maka dikhawatirkan masyarakat Baduy hanya akan mengejar dan memenuhi kepuasan materi dan kemajuan hidup sehingga adat dan budaya Baduy terlupakan.
Masyarakat Baduy Luar memiliki aturan adat yang melarang setiap warganya untuk bersekolah dan menguasai ilmu terlalu banyak, namun pada kenyataannya banyak masyarakat Baduy Luar yang belajar atau ada yang bersekolah di sekolah kesetaraan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih dari apa yang diajarkan oleh leluhurnya. Ada suatu dorongan bagi sebagian masyarakat Baduy Luar untuk melanggar adat dan pergi ke sekolah kesetaraan. Dorongan untuk bertingkah laku tersebut tidak dimiliki oleh semua masyarakat Baduy Luar, mereka memiliki suatu dorongan atau motivasi yang datang dari diri sendiri (intrisik) maupun dari luar (ekstrinsik) serta ada suatu tujuan yang ingin dicapai sehingga mereka tetap melakukan proses belajar ataupun bersekolah meskipun hal tersebut melanggar aturan adat.
0 komentar:
Posting Komentar